Saya tidak pernah merasa sendiri. Karena saya punya teman. Ia mengikuti kemana pun saya pergi. Jadi dikmaklumi jika saya jarang merasa kesepian. Atau merasa terkurung di suatu tempat, tak bisa kemana-mana, lalu bersedih. Ia kawan saya itu sangat setia. Saya menangis ia ikut menangis. Tertawa apa lagi dia muncul duluan sampai saya sendiri tak sadar apa yang kami tertawakan. Teman dekat di kala suka, menghibur di kala duka, jadi pelindung saat sendiri. Asik kan ya punya teman seperti itu? Ya teman akrab itu bernama Khayalan.
Baca di sini tentang: ---> Mencintai Awan Dengan Cara Sendiri
Di masa kanak-kanak keakraban dengan teman akrab bernama khayalan itu sering menimbulkan salah paham dengan ibu. Kalau dinasihati sesuatu teman akrab saya itu sering menasehati sesuatu. Kadang saya ikuti. Itu lah mengapa ibu sering menyebut saya sebagai anak pelawan dalam hati. Katanya saya tidak suka menerima nasihatnya. Masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Egois. Sepertinya ibu juga punya “pembisik” khusus di dalam saya sebab bisa-bisanya beliau mengatakan tak cinta keluarga.
Saya Tidak Egois Kok
Tak menuruti apa mau ibu bukan berarti saya seorang anak yang tak cinta keluarga, bukan? Bukan pula egois. Tuduhan ibu mengada-ada. Saya merasa seperti yang dituduhkan. Saya hanya malas berargumen. Bukan pula tak mau mengikuti nasihatnya. Hanya saja kalau terlalu sering siapapun akan bosan mendengarnya. Dan karena saya lebih suka berdekatan dengan taman akrab bernama khayalan itu, ketimbang obrolan gak penting, ketimbang becanda yang kadang diakhiri dengan berantem, saya jadi anak aneh di rumah. Masa iya lebih suka bercengkerama dengan pikiran sendiri ketimbang bersama keluarga? Itu kan aneh.
Baca fiksi di sini: Cerpen : Gadis Berponi
Sebetulnya lagi ada beberapa alasan juga saya kurang suka ngobrol terlalu banyak. Bahkan terbawa sampai dewasa. Di masa kecil bukan mau menjauh, enggan bercengkerama, hanya saja saya butuh lebih banyak ruang berdialog dengan sang khyalan. Misalnya saat mencuci baju, kalau tak ditemani khayalan saya pasti mati kebosanan menyikat baju kotor satu persatu. Berkhayal punya robot yang bisa mencuci tentunya lebih mengasyikan ketimbang mendengar perintah ini dan itu sekalipun bernama nasihat. Jadi ibu tidak diabaikan, saya cuma sedang sibuk memberi ruang untuk sesuatu di kepala.
Pengen Punya Robot
Iya sejujur saya berdialog dengan imajinasi sendiri lebih menarik ketimbang mendengar segala perintah ibu. Apa lagi bertengkar yang biasanya dimulai dari candaan sesama saudara-saudara. Saya pikir pergi bermain atau mojok di kamar baca komik lebih mencerahkan . Sayangnya kegiatan itu kurang menarik bagi ibu. Beliau kekeuh agar giliran saya mencuci baju, membersihkan rumah, main bersama saudara sendiri atau tetek-bengek lainnya dijalan sebaik-baiknya. Jadi siapa yang bisa disalahkan keinginn untuk punya robot pintar yang bisa menggantikan fungsi diri saya? Mulai deh setiap kali menjalankan tugas saya berkhayal punya ini dan itu yang bisa meringankan tugas-tugas tersebut.
Teman Akrab Bernama Khayalan Tak Egois
Saya merasa sudah baik hati dari kecil (gubrak!). Jadi berhayalpun tidak egois. Robot produksi pabrik teman akrab bernama khayalan itu tak hanya digunakan sendiri. Ia tak hanya menggantikan tugas saya menyeterika, cuci piring dan membersihkan rumah lho. Ia juga bisa main saudara-saudara saya. Membantu mereka bikin PR. Atau mengambil alih semua pekerjaan yang ditugaskan pada mereka. Dan yang lebih penting lagi robotnya bisa ke pasar dan masak. Ia akan megambil alih semua tugas ibu dalam menyediakan makanan bagi kami. Ibu tidak perlu kelelahan seperti yang terlihat setiap hari. Ia bisa berdandan cantik dan tersenyum sepanjang hari. Robot itu juga difungsikan menggantikan tugas bapak mengganti genteng pecah dan membetulkan peralatan elektronik yang rusak. Bahkan kalau memang dibutuhkan my siblings juga boleh menggunakan.
Baca juga: ---> Tentang Solitaire
Kalau saja waktu kecil sudah bisa menyadari bahwa teman akrab bernama khyalan tersebut kurang imajinasi, mungkin saya tak perlu lama-lama mengakrabinya. Semua isi khyalan itu bisa digantikan asisten rumah tangga yang digaji kok!
Pengen Punya Jin Dalam Botol
Sepertinya khayalan masa kanak-kanak saya cukup taktis dan strategis. Karena kebutuhan saya untuk punya banyak hal bejibun, robot besi saja takan cukup. Saya ingin bertemu jin dalam botol. Jin yang akan mengabulkan tiga permintaan tuannya. Tapi tiga permintaan itu terlalu banyak. Saya Cuma butuh satu : “Bapak Jin yang baik tolong kabulkan semua keinginan saya. Titik!”
Teman Akrab Bernama Khayalan Itu Sekarang Bernama Aphrodite
Khayalan berkembang sejalan usia. Khayalan tentang jin dan robot besi mulai terasa absurd saat SMA. Mungkin karena bacaan saya berubah ke novel cinta-cintaan. Tidak mengingat novel apa saja yang telah “meracuni” pikiran, yang jelas selalu jatuh cinta pada tokoh pria berbadan tinggi besar, berwajah tampan, dan berambut gondrong. Karakternya hampir seperti dewa. Pintar, baik hati, bertanggung jawab, macho tapi lembut, romantis, senang bertualang, bisa menceritakan apa saja yang ingin saya tahu. Maklum lah waktu itu kan belum ada Oom Google, sementara saya butuh kamus berjalan. Dan lebih dari itu dia bisa memperlakukan wanita seperti yang diinginkan seluruh Cinderella di dunia: Menjadikan kekasihnya satu-satunya ratu yang bertahta di hatinya.
Untuk mengimbangi manusia setengah dewa itu saya pun berkhayal secantik Dewi Yunani bernama Aphrodite. Dewi cinta sekaligus nafsu yang parasnya mampu menggoda banyak dewa. Sungguh waktu itu tidak tahu bahwa Afrodit bukan lah wanita setia. Sekalipun menikah dengan Hephaestus dia memiliki banyak kekasih yang salah satunya bernama Ares. Tentu saja untuk manusia setengah dewa, saya tidak akan pernah selingkuh seperti Afrodit hahaha..
Setelah menikah Teman Akrab Bernama Khayalan bernama Afrodit perlahan mundur ke belakang panggung. Saya mulai sering dibenturkan pada realita. Lebih suka juga berhadapannya dengannya ketimbang Aphrodite. Mungkin otaknya mulai berkembang. Sadar bahwa mengharap yang tak mungkin itu lebih banyak sakitnya ketimbang indahnya. Malah bisa-bisa disangka perempuan stress dan tak waras. Maklum lah hidup ditengah masyarakat yang selalu merasa tahu apa yang baik bagi orang lain, memperlihatkan berbagai imajinasi aneh sangat beresiko. Sekalipun sesekali Afrodit tetap muncul untuk para aktor yang saya sukai, lebih suka menyimpannya sebagai hadiah bagi diri sendiri ketimbamg menceritakannya pada orang lain.
Lah kok sekarang ditulis disini? Di blog yang bisa dibaca orang lain? Tak apa ini kan dalam rangka ikutan menulis GA 🙂
Transformasi Afrodit
Tapi sejujurnya Afrodit tak menyerah begitu saja. Sesekali dia tetap muncul lewat hayalan tentang punya rumah besar dengan banyak pembantu, mobil mewah dan uang bertumpuk di bank. Dengan semua kekayaan itu saya akan membahagiakan orang yang membutuhkan, pergi ke berbagai tempat eksotis di dunia atau menjadi pilantropis seperti Bill Gate.
Untungnya hidup dalam masyarakat yang tak menerima “omongan yang engak-enggak”. Karena khayalan tentang kekayaan tapi tak berusaha mendapatkannya dianggap sebagai manifestasi keserakahan yang menjurus pada sakit jiwa. Jadi saya berkompromi, belajar menerima realita, bahwa hidup itu kudu disyukuri sebagai apa adanya. Ketimbang bikin dosa sosial lebih baik saya ambil sapu dan mulai ngepel rumah atau memasak ke dapur. Menenggelamkan diri dalam dunia seperti itu bisa menghentikan siksaan Afrodit.
Tapi ada satu khyalan paling sering muncul tapi paling tak saya inginkan kehadirannya. Yaitu bayangan pada kematian. Tahu banget setelah kehidupan sekarang akan diteruskan kehidupan abadi. Kalau selama di dunia saya baik-baik saja, menjalan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, kehidupan abadi itu akan memberi apapun yang saya inginkan. Yang tak bisa diperoleh selama di dunia akan saya punya jika masih tetap menginginkannya. Kalau sudah begitu saya berkhayal tentang banyak hal. Tapi walau begitu tetap saja ngeri membayangkan bahwa tubuh harus mati lebih dulu, setelah itu dikafani dan dimasukan ke dalam tanah.
@eviindrawanto
10 comments
“Bapak Jin yang baik tolong kabulkan semua keinginan saya. Titik!” —> trus permintaannya jadi beranak pinak 😀
gak bisa ngebayangi deh kalo punya punya jin dalam botol…kira2 om jinnya kyk di film jin dan jun gak ya.. *malah nglantur 😀
Mbak Evi, khayalan tentang kehidupan setelah mati membuat saya juga kadang ngeri…meninggalkan orang-orang tercinta itu rasanya pasti beraaaaat banget!
Kalau sudah begitu, saya langsung berganti topik khayalan…menikahkan Risa dan menimang cucu misalnya 😀
Yah khayalan tentang kematian bikin merinding Mbak. Aku juga kalau sudah mikirin itu cepat-cepat mengalihkan pikiran ke hal lain yang lebih menyenangkan 🙂
wwwwwaahhhh.. aku pengen punya jin juga yang pinter apa ajaa…
Yuuuk kita cari jin pintar 🙂
Khayalanku jadi world traveler tp attach banget sama anak. Gimana dong? Jadi kenyataan nggak ya?
Kalau kita bisa jadi word traveler, anak pasti bisa ditenteng kemana-mana, mbak Lusi..Perkara sekolah juga akan ketemu solusinya 🙂
Hmm.. Mirip ya sama aku, tapi hayalanku dulu hampir mengkudeta otakku, kalo itu terjadi aku jadi pribadi yang lain dan hilang akal sehat. Untungnya sejak sering mendalami agama, dia mulai pergi. Tapi agak sulit kalau berhadapan dengan orang yang bisa membaca pikiran, karena omongan busuk hayalanku selalu merepotkan..
Salam kenal kak Evi. Aku Bryan..
http://www.bryansurya.blogspot.com
Emang agak repot kalau khayalan sampai mengkudeta otak Mas. Paulo Coelho saja dulu malah dilistrik otaknya oleh rumah sakit jiwa. Untung gak rusak, jadi kita bisa menikmati khyayalan2 gilanya sampai sekarang ..
Bertemu orang yang bisa membaca pikiran busuk itu mungkin satu berkah, Mas..Bahwa pikiran busuk kemungkinan adalah misimu di dunia, hanya belum ketemu salurannya di “dunia normal” hehehe
Senang berkenalan denganmu Mas Bryan..