We can make a commitment to promote vegetables and fruits and whole grains on every part of every menu. We can make portion sizes smaller and emphasize quality over quantity. And we can help create a culture – imagine this – where our kids ask for healthy options instead of resisting them. Michelle Obama
Saya tak pemilih dalam soal makanan. Yang penting ada sayuran hijau dan kawan-kawan. Kalau sudah ada saya tak keberatan makan hanya dengan tempe goreng. Atau tak masalah juga jika cuma ada sayur bening saja. Itu lah mengapa saya merasa bisa memproklamirkan diri sebagai penggemar aneka sayur. Jenisnya pun saya tidak memilih. Boleh berasal dari daun, buah, batang atau akar-akaran. Yang penting hanyalah sayur tersebut bervitamin, berserat, dan kalau bisa bebas dari pestisida. Soal rasa boleh dikompromikan. Pahit bisa diterima tapi jangan juga pahit seperti pare mentah. Kalau itu sih sudah tak sehat.
Kegemaran makan makanan berserat ini bisa ditelisik ke belakang, pada kebisaan ibu yang menjadikan sayuran hijau bagian lauk makan nasi. Artinya setiap masak ibu pasti menyiapkan dua set menu. Menu pertama daging-dagingan berupa ikan, ayam, atau daging sapi. Kalau dompet sedang SOS dan dompet ibu saya sering SOS, sumber protein digantikan tempe, tahu, atau telur. Menu kedua segala sesuatu yang tumbuh dari tanah. Favorit ibu adalah daun singkong, kangkung, bayam, kol, sawi putih, terung ungu, nangka muda, dan rebung bambu. Diolah dengan ditumis, rebus atau digulai.
Sekalipun saya menuruni kebiasaan ibu memasak, sayangnya anak-anak saya sendiri tidak menuruni selera saya yang menyukai sayur. Bukan mereka tidak makan sayur, mereka tetap makan tapi lebih karena bujukan atau paksaan dari orang tua mereka. Sementara Ibu dan Bapak tidak pernah secara khusus meminta apa lagi memaksa kami agar mau makan sayur. Kami hanya mencontoh mereka bahwa sebelum mengambil ikan, Ibu dan Bapak mengambil sayur terlebih dahulu. Kebisaan itu sampai sekarang secara tidak sadar terus saya praktekan di rumah.
Sayur, Kecantikan dan Green Foods
Beauty isn’t something on the outside. It’s your insides that count! You gotta eat green stuff to make sure you’re pretty on the inside. – Takayuki Ikkaku
Kemudian kegemaran makan sayur ada pamrihnya. Sudah umum dipercaya bahwa sayur bagus untuk merawat kulit. Saya seperti wanita kebanyakan bermimpi juga punya kulit mulus. Spesial untuk saya yang sayangnya tidak sudi menghabisikan waktu di salon. Maka otak kecil berharap kebisaan makan sayur akan membantu membuat kulit saya jadi cantik.
Tapi waktu terus bergulir. Beberapa susunan sel di otak saya rupanya berubah. Makan sayur sudah tak pernah lagi dihubungkan dengan kecantikan kulit. Mengkonsumsi sayuran hijau yang bebas pestisida sekarang hanya terkait dengan masalah menjaga kesehatan. Saya tidak mau sakit karena makanan!
Perguliran waktu dan pergeseran susunan syaraf di otak telah mengubah perspektif. Mungkin ini kebijaksanaan alam, kejeniusan semesta. Saat kulit terasa sudah tidak kenyal otak menginstruksikan agar mengarahkan pandang ke dalam. Kalau masih mau ngomongin kecantikan, perhatikan lah kecantikan di dalam. Jadi definisi menjadi cantik sekarang adalah seperti yang dikatakan Ikkaku di atas. Itu bukan sekedar mengkonsumsi sayur dan buah2an. Ikkaku bicara soal kecantikan berbingkai perspektif. Kecantikan yang lebih hakiki. Terutama kecantikan yang berhubungan dengan green foods.

Ini Green Food paling manjur bagi yang percaya — Al Quran tulisan tangan di Museum Bundo Kanduang Bukittinggi
Green foods adalah soal memilih apa yang akan dikonsumsi oleh otak dan bagaimana dampaknya terhadap hidup secara keseluruhan. Itu berarti bagaimana kita memilih bacaan yang tepat, kata-kata yang hendak di dengar, dan keahlian memungut informasi yang berguna. Sebab apapun yang dimasukan ke dalam akhirnya memancar keluar. Bacaan dan informasi yang terkumpul di dalam akan tercermin lewat sikap sehari-hari.
Green foods juga mengenai bagaimana kita berinteraksi dalam masyarakat. Apakah kita mementingkan diri sendiri atau ikut berkolaborasi dalam kemajuan bersama. Jika Anda pengusaha bagaimana anda mendapat umpan balik dari pelanggan dan suplier. Bagaimana hubungan dengan karyawan mempengaruhi Anda dalam mengambil keputusan.
Yang paling penting dari green food tentu adalah kepercayaan yang kita anut. Apakah Allah hanya sebagai tempat meminta, tempat curhat dan basa-basi lewat doa-doa garing tak bermakna. Atau kah Allah adalah sumber dari segala bimbingan dan proses akhir dari segala tindakan?
Pada akhirnya green food berujung pada pengembangan rasa kemanusiaan kita. Ibu dari seluruh kecantikan yang menempel pada perangai kita. Yang memancar keluar, yang bicara jujur tanpa bisa dikendalikan lewat bahasa tubuh, tutur, dan sikap. Kecantikan seperti itu tak hanya milik perempuan tapi semua makhluk yang mengaku manusia.
12 comments
Assalamualaikum….
Maaf mbak Evi, baru mampir di rumah baru yg ini… Cakeeep… 🙂
Toss dulu sama mba Evi ah, saya juga suka sayuran hijau, dan sekarang lagi favorit banget dg tumis daun pepaya… Pait2 sedeep, hehe…
Selamat datang di rumah baru saya Mbak Tanti.
Toss sesama penyuka sayuran 🙂
Saya penasaran mbak sama al-qur’an yang di tulis tangan itu, apakah al-qur’annya masih bisa di baca ?
Masih bisa dibaca sobat Iman 🙂
wihh pengen buahnya, panas2 bikin es tomat enak. Bikin ngiler ah
Segar banget pastinya Atanasia. Kriuk..kriuk kalau digigit 🙂
Blog baru ya mbak? Fotonya seger2.
Iya Mbak Lus. Buat nampung posting gaya lain 🙂
Aku baru lihat warna tomat hijau nya segar sekali ya mba.
Enak banget ini untuk salad atau teman pepes ikan, Kqk Deddy 🙂
Dibuat jadi bumbu garang asem atau pindang kepala ikan… hmmmm… *duh* jadi lapar mbak, 😀
Hahaha..saya juga