Sore tadi halaman rumah saya terlihat memerah tembaga. Padahal sejak pagi suasananya mellow, panas-mendung tak beraturan. Saat keluar, di langit barat tampak semburat pelangi. Kuning kemerahan yang membias di sekeliling halaman dan jalanan ternyata datang dari spektrum merah dan kuning pelangi itu yang menyeruak dari beberapa gumpalan awan gelap. Sementara di belakangnya langit tetap berwarna biru.
Melihat itu saya balik kedalam mencari camera. Pelangi di depan rumah ini cuma terjadi dalam hitungan jari sejak saya menempati rumah ini 17 tahun lalu. Jadi sayang kalau dilewatkan begitu saja. Sayangnya karena camera diistirahatkan dalam tasnya, butuh beberapa waktu untuk menyatukan lensa dan battery pada cangkangnya. Begitu saya keluar ujung-ujung pelangi yang tadi tampak jelas dan terang sekarang tidak tampak lagi, tersapu awan berarak. Yang saya potret ini remah-remah pelangi, kata anak saya, meledek dari sudut matanya.
Tapi tak apalah. Alam semesta ini memang punya hukum peluang yang beberapa diantaranya datang secepat kilat dan perginya juga lebih cepat. Seperti selendang bidadari yang barusan lewat dari tangkapan lensa camera saya. begitulah selalu akan terjadi jika kesempatan datang namun kita tidak siap.
Koes Ploes punya lagu tentang pelangi, tapi sedikit berbeda dari saya, mereka melihatnya pagi hari. Jadi bertanya-tanya sudah berapa juta umat manusia terinpirasi olehnya?
Kulihat pelangi di pagi hari
Kurindukan kekasih untuk kembali
Pelangi engkau pelangi
Sampaikan salamku ini
Kepada kekasih hati
Pada siapaku berjanji
Pelangi engkau pelangi
Luluskan pintaku ini
Betapa pagi ini indah berseri
Andaikan hidup ini terus begini
Salam,
— Evi
30 comments
Sudah lama tak melihat pelangi 🙂
Pernah beberapa kali melihat pelangi kembar. Tak sempat merekamnya.
Aku yakin jejak pelangi dalam rekaman lensa cameramu pasti aduhhai Mas Yopie 🙂
Wowww….langit dan pelanginya cantik sekali mbak! Bener deh, mbak Evi pinter banget memotret keindahan alam seperti ini 🙂
Kalo dalam keyakinan kami, pelangi adalah busur yang ditempatkan Tuhan di langit setelah peristiwa Nuh dan air bah sebagai tanda perjanjian antara Tuhan dengan manusia bahwa Tuhan tak akan menurunkan air bah seperti itu lagi 🙂
Pelangi sebagai busur Tuhan? Haduh Jeng itu analogi yang cantik sekali. Jadi terbayang bagai mana situasi ketika itu setelah banjir besar surut. Terima kasih telah berbagi cerita. Jadi tambah bersyukur bahwa menulis hal-hal sederhana dan memiliki teman-teman di blog jadi tambah berarti. Makin memperkaya wawasanku 🙂
wow … langitnya cantik mbak remang remang begitu, jadi lain dr yg lain, kalau aku motret pelangi itu biasanya langitnya hitam atau kelabu, apalagi di gambar dua , wow .. langitnya cantik, pelanginya juga walau samar, tapi tetap terlihat wujudnya .
motret pelangi memang bikin gendadapan ya mbak 😀 .. tapi karena cepat cepat itu sensasinya jadi luar biasa, apalagi kalau masih bisa sempat mengabadikan pelanginya wuii … bikin hati seneng, dipajang di blog bikin yang membaca kayak aku ini juga ikut senang dapat melihat pelangi di tempatnya mbak Evi … thanks ya 🙂
thanks ya mbak 🙂
Yeah..aku belum bisa membuat seindah matahari terbenam milikmu Mbak El..Butuh latihan lebih banyak lagi kayaknya. Eniwe, thanks atas pujiannya 🙂
Bagus ya ada pelangi gitu mbak .. 🙂
Kunjungi balik blogku ya .. 🙂
Emang bagus Bella. Ok nanti aku berkunjung ya
Rasanya saya termasuk orang yang jaraaaang banget bisa lihat pelangi.
Pelangi terakhir yang saya lihat sekitar seminggu yang lalu mbak, waktu perjalanan pulang dari Bandung ke Garut, pas habis hujan…wuih, memang indah…indaaaaaah sekali!
😀
Yah gimana ya Mb Pelangi emang bukan seperti angkot sih yg mondar mandir madatin jalan. Karena itu kita selalu senang kalau bersirobok dngnya. Rasa senang kekanakan kita pasti muncul
bagus banget, saya sudah sangat lama tak lihat pelangi
Mungkin belum nemu keseempatan aja Mas Narno 😉
Meski remah, Uni tlah berbagi keindahan, kesigapan yang patut diapresiasi. Salam
Thank you. Mbak Prih juga memperindah malam saya dengan pujian ini 🙂
Subhanallah… Jadi Mbak sempat melihat kaki pelanginya ya… 😀
Biasanya kan kita cuma melihat pelangi dari kejauhan 🙂
udah lama saya nggak melihat pelangi, Mbak.
Karena luas pandangan mata terbatas, kayaknya aku gak sempat melihat kakinya deh Kak Akin. Tapi pertama melihat pelanginya memang lebih panjang dengan ujung dan ujung bersinar terang. Semoga besok pelangi muncul diatas langit Samarinda 🙂
Kesempatan yang sama memang tidak datang dua Kali, tapi gejala yang sama besar kemungkinan akan ada lagi. Maka, tak usah risau jika sebuah kesempatan terlewatkan.. 🙂
Mengharap kesempatan yg persis sama terjadi lagi ibarat berharap turun di sungai yang sama ya Uda, impossible judulnya. Yang perlu dilatih adalah kemampuan kita melihat gejala-gejala yg sama agar kesempatan yg mirip terjadi lagi. Ooo..Siiip. Thanks atas insight nya 🙂
duh cantik sekali selendang bidadarinya. Betapa alam mengajari banyak hal pada kita ya mbak evi. tinggal kita mau mengambilnya atau tidak. tak ada paksaan, memang kesempatan akan berulang di dunia namun kita akan menemui lagi atau tidak. seperti pelangi, ia akan memberi kesempatan lagi tapi kapan? kita tak bisa menentukan meski tahu teori tentang terjadinya pelangi. salam manis semanis warna pelangi.
Setuju sangat Bu Guru, alam mengajarkan banyak hal kepada kita. Alam pula yg membangkitkan imajinasi, memungkinkan kita membangun metafora agar lebih mudah menjelaskan sesuatu yg kompleks..Sepanjang bumi kita masih ada hujan dan sepanjang awan belum punah dari atmosfir, selama itu pelangi akan tetap ada. Tidak muncul ditempat kita, tapi dia mungkin akan muncul di lain tempat. Kalau kebetulan kita bersirobok dengannya, namanya keberuntungan. Salam Mbak Min 🙂
masih kelihatan kok pelanginya 😀
Yah lumyan lah Mbak Han, obat capek grasa-grusu cari tustel 🙂
Mungkin orang bertanya2 saat saya memandang langit kiri kanan depan belakang. Mencari apa Bu, tanyanya? Oh, ga da pa2, sedang mencari pelangi…
Pendar cahayanya memang indah banget, lama pisan ga lihat lagi.
Ujung pelanginya indah Mbak Vi. 🙂
Hahaha..Mb Lia, orang2 mungkin akan heran dan bertanya dalam hati, ” Cari pelangi? Emang ada yg jual?”
Pendar cahaya itu Mbak yang aku kira mengapa dulu nenek moyang kita seolah melihat bidadari dengan selendangnya melambai-lambai turun ke bumi 🙂
saya sudah jarang liat pelangi uni,..
Bandung juga sdh kota polusi..Gak aneh kalau penduduknya jarang lihat pelangi. Di tempat saya ini kebetulan saja. Mungkin karena langit sudah bersih ditoyak hujan baari-ari 🙂
Ha ha..benarlah kata orang. -Peluang tak pernah datang dua kali.Oleh karena itu, pantanglah kita membuang peluang tanpa memanfaatkannya dengan baik .. he he..
Tapi untuk urusan pelangi ini,nggak apa-apalah Mbak Evi. Remah-remahnya pun masih terlihat indah ..
Iya mbak Dani, peluang yg paling berkat adalah bertemu saat kita siap. Tantangannya selalu disitu, mempersiapkan diri dalam setiap peluang yg di pertemukan Tuhan kepada kita. Kan ini ya yg membedakan satu orang dengan yang lain..:)
Thank you..Pelanginya emang indah walau remah-remah saja 🙂
bagusnya yabun bisa lihat pelangi 🙂
Iya mbak Ly, gak sari2nye. Mungkin karena beberapa turun hujan berturut2, langit jadi bersih, jadi tampak deh pelanginya 🙂