Teman-teman pernah mendengar istilah Monkey Mind? Istilah ini muncul ke permukaan ketika pernah bertemu seseorang yang membuat saya tidak nyaman. Ia duduk gelisah, topik bicaranya berubah-ubah, tidak fokus, pikirannya bercabang dan jujur saya lelah menghadapinya.
Bukan kegelisahannya yang membuat saya tidak nyaman. Derita di belakang duduknya yang tak tenang itu membuat saya tak berdaya. Ingin sekali membatunya tapi entah harus dengan cara apa.
Baik lah mari memikirkan tentang the mind monkey saja. Ini adalah sebuah istilah dari agama Budha untuk menggambarkan pikiran yang tidak tenang, gelisah, berubah-ubah, aneh, tidak konsisten, membingungkan, ragu-ragu, dan tak terkendali .
Monkey mind bisa terjadi terhadap siapa saja. Tak harus ada derita di belakangnya. Kamu yang sedang update blog misalnya, tiba-tiba terdistraksi, buka sosisal media. Ngintip Facebook, buka Twitter, Instagram, dan akhirnya lupa bahwa niat membuka komputer tadinya adalah menulis.
- Baca di sini tentang: Mencari Mata Rantai yang Hilang
Jadi jika kamu pernah berpikir akan mengerjakan satu tugas, tapi tiba-tiba berubah mengerjakan hal lain, itu tanda monkey mind sedang bekerja. Nah waktu akan update blog ini sebetulnya saya berpikir untuk menulis soal ibadah puasa. Baru juga menulis sebaris ingat perjalanan ke Mentawai kemarin. Tapi coba lihat apa yang saya lakukan sekarang? Membahasa soal monkey mind !
Terlalu! Irasional!
Mari Pahami Monkey Mind ini
Otak kita telah berevolusi sejak ribuan tahun. Ia terbagi kiri dan kanan. Ia dirancang bisa memikirkan banyak hal sekaligus. Jutaan informasi masuk ke dalamnya setiap hari. Kadang tak terkendali. Bukan urusannya bila tak runut atau malah tak relevan satu sama lain. Tugasnya hanya menampung dan berpikir.
Otak adalah semesta kita. Cara berkerjanya chaos dengan mesin powerful. Mudah baginya meloncat-loncat ibarat monyet di pohon. Herannya monkey mind ini pula yang bertanggung jawab terhadap kreativitas yang telah membuat dunia kita seperti sekarang.
Itu lah bila tak diarahkan, pikiran yang berpencar tersebut tidak produktif. Pada level tertentu cenderung merusak pemiliknya. Bayangkan jika saya terus menerus membiarkan monyet ini melompat dari satu dahan ke dahan berikutnya tanpa tujuan, tanpa rencana, tanpa sesuatu yang mau dicapai? Menyelesaikan artikel ini saja tentu tak bisa.
Sejatinya pikiran adalah alat bantu untuk mempermudah hidup bukan untuk mengombang-ambingkan kita pada lautan tak bertepi .
Kabar baiknya adalah monkey mind ini bisa dijinakan. Ia bisa dilatih mengikuti tuannya. Berikut 3 tips yang bisa dikerjakan untuk menjinakan pikiran agar lebih produktif.
- Baca tulisan motivasi lain tentang: Bermain di Taman Berkat
Fokus
Sampai detik ini belum ada yang membantah kekuatan dari the power of focus. Sembilan puluh sembilan persen keberhasilan kita dalam meraih sesuatu bisa diramalkan lewat kekuatan fokus. Facebook, Twitter dan blog membuat saya cuma rajin membeli buku tapi tidak membacanya. Selama bulan puasa ini saya berniat insyaf. Hari ke-2 puasa saya telah menyelesaikan The Outliers by Malcolm Gladwell. Terus terang buku ini sudah mulai dibaca bertahun lalu. Telah berdebu di rak. Alhamdulillah sekarang sudah selesai. Walau banyak diskip karena tak menarik. Lega saja menyadari sudah sampai ke kesimpulan.
Nah buku berikut yang diniatkan adalah Titik Nol, Agustinus Wibowo. Kemudian The Lost Horizon nya James Hilton. Buku ini terpilih semata-mata karena disebut Agustinus Wibowo dalam dalam Titik Nol.
Mengendalikan Imajinasi
Kemarin dalam perjalanan ke Mentawai, duduk dalam perahu kayu terbuka, tanpa pelampung selama enam jam, beragam pikiran muncul di kepala. Ketika perahu terpaksa kandas di sungai yang dangkal, saya membayangkan tiba-tiba saja buaya dengan mulut menganga muncul dari samping. Atau saat mencium aroma wangi yang diterbangkan angin dari kebun-kebun penduduk, terbayang bidadari sedang terbang di atas kami.
Kadang imajinasi itu menakutkan. Kadang menggembirakan. Apa lagi ketika melihat Murai Batu, dengan warna merah, biru dan hijau tua dibadannya melintas, yang terbayang adalah seorang pangeran Mentawai tak dikenal sedang melepaskan burungnya untuk menyapa pelintas di daerah kekuasaannya. Saya tertawa sendiri. Tak menceritakan kepada siapapun karena takut ditertawakan.
Jadi berbagai pikiran itu ciptaan kita sendiri. Konstruksi mental yang lahir berdasarkan imajinasi . Tak masalah bagaimana liarnya, alhamulillah kita semua memiliki kekuatan untuk mengendalikannya.
Alih-alih berimajinasi tentang bidadari atau pangeran (kekanakan banget) mengapa tak mengalihkan kira-kira apa yang bisa saya tulis tentang orang mentawai? Sudut penulisan seperti apa yang mesti diambil? Saya ingin bertemu mereka, setelah itu apa?
Sebelum ke Mentawai saya sudah membaca bahwa kehidupan di Siberut Selatan jauh dari moderen. Sederhana. Sekalipun alam kaya, sampai-sampai ada korporasi besar menebangi kayu di sana, namun dari sisi ekonomi, Bumi Sikerei khususnya, banyak kekurangan di sana-sana.
Keinginan jadi penulis yang akan mengunggah orang agar berbuat sesuatu yang baik untuk Kepulauan Mentawai seharusnya jadi fokus utama. Bukan tentang putri. Bukan tentang pangeran. Imajinasi harus diarahkan, misalnya, untuk membangun Indonesia lebih baik bisa di mulai jadi kawan yang baik bagi penduduk Mentawai.
Imajinasi adalah kendaraan yang bisa membawa seseorang kemanapun. Apakah untuk memperbudak atau membebaska tergantung bagaimana imajinasi tersebut dikendalikan.
Menyingkikan Monkey Mind – Lakukan Berulang-ulang
Pernah mendengar istilah repetion is the mother of all skills kan?
Mengarahkan pikiran, mengendalikan imajinasi juga sebuah keterampilan. Melatihnya setiap hari membuka peluang bagi setiap orang keluar dari kebiasaan monkey mind. Agar hidup lebih terkendali. Sesuai tuntutan batin.
Mungkin tidak perlu bersemedi seperti para biksu di Wihara. Cukup fokus. Mentraining monyet setiap hari agar patuh. Caranya dengan mengarahkan jalur imajinasi. Jangan mebiarkannya melantur ke ladang sia-sia.
Selain itu, berlatih mengarahkan pikiran dapat menaikan tingkat kesadaran. Maksudnya kita sadar bahwa kita sedang berpikir. Bila karena satu hal tercebur pada pikiran negatif, misalnya, kesadaran muncul kepermukaan dan memberi penilaian apakah pikiran tersebut benar dan bisa dipertahankan ataukah sebaiknya harus dirubah. Berubah cara berpikir akan membawa perubahan nasib secara keseluruhan.
I hope so…
18 comments
Ga sia-sia mataku terdampar di belantara cakrawala
Alhamdulillah. Terima kasih Mbak Tanti 🙂
selalu suka sama bahasa tulisannya Mbak Evi… kerasa santai dan bisa dirasakan pembaca. hehehe.
btw aku suka dengerin mp3 hipnoterapi. sering kuulang2./ biasanya abis itu sih tenang. saking tenangnya, sering ketiduran beberapa menit setelah mendengarkan. keknya sih ga sampe lima menit udah tidur. padahal mp3nya berdurasi 30 menit. ahahah
Aku juga musik-musik penenang semacam itu Mas Uwan. Teruta bila sedang resah, mereka sanggup membawaku menyusuri sungai-sungai bening dengan suara-suara burung di sekelilingnya. Biasanya resahku akan berkurang sendikit 🙂
Noted. Jadi kuncinya fokus, kendalikan imajinasi, dan lakukan berulang-ulang ya, Mbak Evi. Ini sangat membantu. Jujur, saya sering tuh, sudah di depan laptop dengan niat ngeblog, tapi FB melenakan diriku sampai lupa ngeblog. Hehehe.
Sosial media seperti facebook membuat semua kita yang terlibat di dalamnya emang sering memecahkan konsentrasi Mas. Jarang yang imun di sana hahaha
Aku yang nggak bisa berenang juga pasti was-was kalau perahunya tenggelam di tengah jalan. Bukan takut buaya, tapi takut tenggelam hahaha.
Nah ini, menurutku, ketakutan yang wajar. Makanya aku selalu memakai pelampung kalau sudah naik perahu di tengah laut, Mas Nugie
6 jam dengan perahu jenis geteg gitu.. ngeri2 sedap hehe.. tapi pas sampai yaaa inilah pemandangan yang menarik untuk dipelajari. aku berharap juga bisa ke mentawai. penasaran euy.
Itu pantat rasanya sampai mati rasa, Ko. Begitu turun dari perahu, sakit semua, pinggul dan lutut. Tapi perjalanannya sendiri terbayar tunai 🙂
Aku yg masih kesulitan mengendalikan imajinasi itu..ak juga membayangkan klo naik perahu disungai khawatir buaya
Imajinasi tentang hal-hal tertentu, apa lagi disertai pernah ada trauma, emang butuh usaha keras banget untuk dikendalikan ya Mas Alan
Ahahaha. Aku inget banget nih. Beberapa orang takut melakukan freediving karena takut bertemu hiu. Tapi dipikiran saya juatru sebaliknya, saya justru ingin bertemu hiu dan bermain bareng mereka. Kemampuan mengendalikan imajinasi ini memang penting
Kemampuan mengendalikan imajinasi, terutama di bawah laut seperti freediving itu, maha penting ya Dar. Coba kalau tak bisa, di dalam laut pula apa yang bakal terjadi ya, jika tiba-tiba imajinasi menakutkan tak bisa dikendalikan?
terima kasih sharingnya Bu Evi. saya pernah bahkan sering mengalaminya.
ternyata itu dikenal dengan istilah Monkey Mind.
biasanya saya sering mengucapkan, Fokus Li, Fokus.
berulang-ulang pas mulai bosan, mulai berimajinasi sana sini, mulai lelah.
dan itu cukup berhasil buatku hihi setiap orang punya caranya masing-masing ya Bu.
Btw bu, Titik Nol seru banget bukunya.
aku udah selesai baca, terus dipinjamkan ke teman dan sampai skrng entah dipinjam siapa lagi.
baca artikelmu jadi tiba2 inget bukunya Mas Agustinus 😀
Monkey mind ini memang sangat melelahkan kalau kita biarkan ia selalu berkeliaran Mbak Liana.
Nah aku sedikit lagi tamat nih, Titik nolnya 🙂
engga cuma lelah ya Bu, aku sampe kesel sendiri dibuatnya haha
semangat menyelesaikan bacaanya ya Bu 🙂
Harus diupayakan sampai habis, kalo gak budget utk buku baru gak keluar jeng hehe