Mencari Mata Rantai yang Hilang – Menulis itu ibarat pasir yang terserak. Ia belum mempunyai arti sampai seseorang membuat istana di atasnya. Menulis itu juga ibarat menenggelamkan diri kedalam titik-titik, lalu menangkap beberapa titik, merangkainya, menggabungkannya sehingga tercipta gambar. Menulis itu ibarat memahat batu besar, menatah, membuang bagian-bagian tak perlu sampai lahir patung yang elok. Singkatnya menulis itu adalah tentang mengumpulkan ide-ide yang terserak, dirangkai jadi kalimat untuk sebuah makna.
Jadi kunci menulis adalah tentang rangkaian. Entah rangkaian ide, konsep, atau kalimat. Seperti kalung , konektornya bisa terlihat atau tidak, tapi ia selalu ada di sana untuk menyatukan.
Dan saya punya kelemahan dalam melihat sebuah atau beberapa konektor.
Menemukan Mata Rantai yang Hilang Dalam Konektor
Untuk menulis pos ini , misalnya, saya beberapa kali mengalami kesulitan atau bahkan kehilangan mata rantai penting itu agar jadi satu pos utuh. Idenya sudah ketemu. Gambaran jadi sudah terlukis di kepala, sayangnya kabut tipis menutup pintu pikiran dan memperlambat tulisan ini kelar. Contoh lain, untuk menulis dua konsep sederhana seperti kursi dan sebuah kota. Kursinya sudah jelas. Kotanya pun sudah terdapat dalam Google Maps. Untuk jadi kalimat bermakna, kalau perlu mendayu-dayu, saya kesulitan menemukan mata rantainya. Agar kursi dan kota mempunyai arti bagi pembaca saya perlu mengawinkan mereka, bukan? Tapi dari mana? Apakah saya harus mencari rumah terlebih dahulu untuk mengatakan terdapat sebuah kursi di dalamnya?
- Baca di sini tentang: Monkey Mind: Menertibkan Pikiran Agar Hidup Lebih Bernilai
Kelemahan lain, saya mudah terdistraksi. Tak perlu intrupsi dari luar, intrupsi dalam pikiran sendiri sudah sangat menggangu. Contohnya saat mengetuk keyboard untuk sebuah konsep mata rantai yang hilang, tiba-tiba muncul pikiran tentang dapur. Tadi masakan sudah saya tutup belum ya? Kenapa pelanggan yang itu belum bayar juga padahal fakturnya sudah lama jatuh tempo? Kalau dibiarkan intruder itu dapat membawa saya sampai ke Planet Mars.
Saya pernah mendiskusikan masalah mata rantai yang hilang ini kepada seorang kawan. Katanya saya perlu mengkonsumsi Gingko Biloba secara berkala. Kelemahan saya memegang konektor pasti disebabkan gangguan ingatan karena faktor usia. Dengan kata lain dia mengatakan saya sudah tua, ladang subur bagi demensia (pikun).
Tentu saja saran pertama bagus, mengkonsumsi Gingko, ramuan yang berguna melancarkan darah ke otak guna mempertajam ingatan. Ramuan ini pun sudah digunakan orang selama berabad-abad. Tapi ide usia tua dan ladang subur bagi demensia? Benar-benar menggigilkan.
Hobi saya selain menengok ke muka juga ke belakang. Kesulitan dalam meramu konektor tidak terjadi sekarang saja kok. Posting-posting lama penuh tulisan loncat-loncat. Blog ini pun mempunyai ratusan draft, tulisan mentah, yang belum rela saya publish karena konektor-konektor yang acakadul. Sampai-sampai saya pun ogah membaca ulang draft tersebut karena sulit menangkap saya tuh sebetulnya mau menulis apa? Jadi mata rantai yang hilang itu pasti bukan soal usia. Saya mengalami sejak bertahun-tahun, sejak memutuskan membangun rumah dunia maya yang disebut blog.
Solusi Berkawan dengan Konektor – Latihan
Sebetulnya kalau saya lebih jujur tidak perlu mencari mata rantai yang hilang. Tidak ada mata rantai yang hilang. Jauh di lubuk hati hati saya tahu persis mengapa sering kehilangan konektor. Hanya seperti yang sudah-sudah saya meniru kelakuan burung onta, lebih suka menyembunyikan wajah di pasir ketimbang melihat kenyataan. Sederhana saja kok sebetulnya solusinya, saya harus memperbanyak menulis. Latihan terus menerus. Alih-alih membaca berbagai status di sosmed mulu, sebaiknya menurunkan buku-buku di perpustakaan. Terutama buku-buku yang sudah lama dibeli tapi masih utuh sampulnya. Baca deh satu persatu dengan khidmat. Lalu kembali latihan.
“Saya percaya bahwa kita belajar dengan latihan. Apakah itu belajar menari, belajar menulis, atau belajar hidup, semua prinsipnya sama. Latihan berarti melakukan, lagi dan lagi di hadapan semua rintangan. Latihan adalah sarana untuk mengundang kesempurnaan yang diinginkan. ” – Martha Graham
Yuk mari latihan menulis
Baca juga tulisan ini : Solitair dan Aku Sendiri
8 comments
Aku sering banget terdistraksi tan. Serignya terdistraksi sama handphone sih.
Menyambubgkan rangkaian yg belum teraambung itu memang susah. Kalau asal menyambung sih bisa aja, tapi kan pengennya sambungannya rapi dan enak dilihat 🙂
Saya kayaknya harus berguru sama TanEv nih klo soal tulis menulis. Karena belajar tidak hanya dengan terus menerus menulis atau membaca banyak buku, tapi juga mendengar nasehat dr senior.
Sama kalau gitu. Kayak di HP ada apa aja gitu ya, tiap sebentar perlu dicek hehehe
Setuju, dan sedari kecil saya diajarkan gitu, latihan ibarah mengasah pisau bla bla bla oleh paman. Memang sih orang yang udah hebat sekalipun pasti ada proses untuk menuju kesana, salah satunya dengan konsistenn latihan.
Pisau terbaikpun kalau jarang dipakai dan diasah akan tumpul juga ya Mas Andi
Aku suka banget metafora dan pilihan bahasanya Mbak. Dan betul, menulis itu kuncinya latihan, merasa tertohok di kalimat “buku yang sudah lama dibeli namun sampulnya saja belum dilepas” itu saya banget Mba hehehhe.
Tozzz kita Mbak Yun 🙂
Suka dengan quote terakhir, latihan adalah sarana untuk mengundang kesempurnaan yang diinginkan. Benar sekali, tanpa latihan apa yang kita inginkan tidak akan pernah tercapai.
Latihan ibarat mengasah pisau atau memahat batu ya Mbak. Tanpa dilakukan sedikit demi sedikit dan terus menerus, pisau kita takan tajam dan patung kita takan jadi