Melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan – Setelah menginap satu malam, menghabiskan pagi di tepian Danau Ranau yang kemiliay, menikmati sarapan nasi goreng yang enak. Tiba saatnya melanjutkan perjalanan. Tujuan berikut adalah Krui, kota kecil dengan pantai-pantainya yang cantik terletak di wilayah paling barat Propinsi Lampung. Itu berarti kembali menyusuri jalan Muara Dua-Liwa sampai akhirnya bertemu persimpangan di Pasar Liwa. Ke arah kiri menuju Batu Brak, arah datang kami kemarin. Ke kanan akan membawa ke Krui lewat Balik Bukit terus menuju Pesisir Tengah dan akhirnya sampai di Krui.
Liwa-Krui Melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Perjalanan dari Liwa ke Krui ini atau jalan raya Liwa-Krui memotong kedalaman perut Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang berada di Kabupaten Tanggamus – Lampung Barat. Setelah beberapa kilometer meninggalkan Balik Bukit kita disambut signboard berisi ucapan Selamat Datang yang menyeruak dari kerimbunan pepohonan.
Membaca tulisan itu saya jadi romatis. Menimbulkan rasa syukur yang dalam. Perlintasan ini memberi nuansa pada beberapa jendela perspektif. Bahwa kami sedang memasuki kawasan hutan hujan sekunder kelas dunia. Sebab UNESCO telah menetapkan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebagai warisan dunia. Fakta ini membuat mata tak habis-habis mengamati setiap meter kiri dan kanan jalan. Sekalipun sudah beraspal mulus namun kelok-keloknya ya teteup minta ampun…Persis seperti menelusuri huruf S 🙂
- Baca juga di sini: Ini Makna Menara Siger Ikon Lampung
Kekayaan Taman Nasional di Lampung
Kesinilah mata dunia tertuju, ke rumah Badak, Gajah dan Harimau Sumatera yang sekarang terancam punah. Disini pula habitat beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis), siamang (H. syndactylus syndactylus), simpai (Presbytis melalophos fuscamurina), kancil (Tragulus javanicus kanchil), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Setiap kali Rafflesia Arnoldi atau Amorphophallus titanum Becc (bunga bangkai) berbunga taman ini akan menghiasi banyak isi surat kabar.
Sebagai salah satu taman dari tiga taman nasional di Bukit Barisan yaitu Gunung Leuser dan Kerinci Seblat, walau hanya dari tepi jalan, saya perhatikan TBBS punya koleksi tumbuhan berlimpah. Kaya keragaman. Kalau tak mengetahui bahwa area ini dilindungi oleh undang-undang, saya mungkin akan terheran-heran melihat begitu banyak pohon jati, damar, kayu manis, durian, sungkay, aneka jenis bambu dll yang tumbuh besar dan tinggi tapi luput dari mata gergaji. ” Kok tumben gak ada yang rakus?”
Terlihat juga berbagai tanaman herbal seperti kapol, kunyit putih, rumput-rumputan yang saya tak tahu apa namanya. Pada sebuah belokan, dari kejauhan saya berteriak kesenangan saat menangkap bayangan pohon bayur. Pohon yang sekarang langka, belakang daunnya di lapisi semacam serat berwarna putih itu bisa dikelupas, dulu juga tumbuh di tak jauh dari rumah kami di kampung . Nah waktu kanak-kanak saya sering mengelupasinya untuk dijadikan bola.
Jalanan Yang Terus Diperbaiki
Saat ini jalan Liwa-Krui sedang mengalami pelebaran. Walau begitu menurut saya jalannya masih sempit. Tak terbayang keadaan sebelumnya, pasti amat sulit berpapasan dengan kendaraan dari arah lain di belokan-belokan cacing seperti itu.
Walau ini merupakan taman nasional, disediakan bagi habitat liar, di beberapa tempat bisa ditemui bangunan kayu darurat yang mungkin dimaksudkan sebagai warung. Saya tak tahu apakah bangunan seperti itu dibolehkan oleh Perhutani, yang jelas kehadiran mereka membuat jalan tembus ini tak begitu sunyi. Walau kebanyakan warung-warung itu tampaknya kosong, tanda-tanda kehadiran manusia disitu setidaknya mengisyaratkan bahwa kita tak begitu jauh dari peradaban 🙂
Melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ini mau tidak mau kian menebalkan rasa nasionalisme. Saya merasa semakin cinta pada Indonesia yang beragam ini. Tak hanya budaya tapi juga kekayaan alamnya.
Salam,
— Evi
48 comments
Bu Evi bepergian bersama seluruh anggota keluarga ya? sepertinya menikmati sekali perjalanannya.
Betul Pak Eman. Saya kalau jalan kebanyakan dengan keluarga. Sebab dengan cara seperti itu saya bisa menikmati perjalanan secara lengkap 🙂
lestari alamku …
sayang sekali kalau semua keindahan itu menghilang karena keserakahan manusia
Mudah2an hukum bisa tetap melindungi taman nasional, dimanapun meraka berada, terlindungi 🙂
wah indah ya taman nasional bukit barisan. Rasanya adem aja melihat pohon yang rindang dan lebat.
ngomong-ngomong mengenai Amorphophallus titanum Becc (bunga bangkai) dan hutan di pulau Sumatera, jadi mengingatkanku akan novel Serial Anak-anak Mamak (Pukat, Eliana, Burlian dan Amelia) yang tinggal di kampung dekat hutan sumatera yang terpencil.
Selainn rindang, eksplorasi ke dalam pastinya jg memacu adrenalin Mas. Mungkin jg akan bertemu kehidupan? Sprt dalam novel Anak2 Mamak itu 🙂
selalu suka lihat foto2 perjalanan dan cerita Evi,
serasa ikutan diajak jalan jalan juga 🙂
salam
Terima kasih Bunda..Nulis soal jalan-jalan dalam rangka pemulihan jiwa hahaha…
jadi rindu aku sama suasana sumatra. Semua jalanan sumatra memang berkelok2 gitu yah. btw, mbak Evi lampungnya dimananya mbak?? aku rencana liburan nanti pengen ke tempat sodaraku di kota bumi lampung. jauh gak?
Aku bukan orang Lampung Mbak Icha. Kalau bertamu kesana tinggalnya di Bandar Lampung..Kota Bumi dan Banar Lampung kayaknya gak begitu jauh deh..Lewat Natar terus naik..Kalau gak salah sekitar dua atau 3 jam perjalanan dari Bandar Lampung 🙂
sekarang lagi di Lampung to buk?? gk sekalian ke Palembang, hehe.. 😀
Aiih sudah pulang Dhe..Palembang dari Lampung kayaknya masih jauh deh 🙂
jalan2nya banyak pepohonan ya bun disepanjang jalan
Tampak rapat juga Mbal Lyd 🙂
Sudah lama tidak jalan-jalan… .kerjaan menumpuk, melihat liputan lampung jadi kangen dan pengen kesana, Ane pernah melewatkan 3 bulan di daerah Gedong Tatakan… .
Nah kapan2 mesti ambil cuti khusus Pak Johar..Menengok kembali tanah rantau dan muter-muter Lampung asyik juga lho 🙂
Heeee kalau kelok-kelok gitu….tidak lama pasukan saya pasti mabuk…tapi kayaknya ngak dech..pemandangannya luar biasa indah…kapan yach..bisa keliling…
Kalau mereka aktif melihat sekeliling mabuknya pasti lupa Mas Budi 🙂
Uni, cara naruh text di slidenya gimana ya..
Mbak Mon, setelah semua foto di drags..Kan ada tilisan “Show” di sebelah kanan atas tiap photo. Pencet saja button show itu satu persatu, disitu akan keluar baris untuk mengisi “caption” di tiap foto. Selamat mencoba 🙂
jarang liat pemandangan pohon2an yang merapat semacam itu
mungkin kalau di jogja ini seperti kawasan hutan wanagama
Mungkin juga ya Mas..Secara aku kalau ke Jogja aku cuma menikmati pernik-pernik kotanya 🙂
“kawasan hutan hujan sekunder kelas dunia”….membaca kalimat ini saja sptnya ingin rasanya merasakan keindahan alam disana …
Bens, kalau senang eksplorasi alam, kayaknya masuk ke dalam perut taman nasional ini akan mengasyikan banget deh. Apa lagi kalau senang foto grafi, objeknya berlimpah disini..Mulai dari serangga halus sampai pohon raksasa tampaknya tersedia 🙂
waduh iya itu jalanannay kelok2nya tajem banget ya… mana keliatannya sempit pula ya? itu 2 jalur atau 1 jalur? mesti hati2 banget ya nyetir disitu…
Iya dua jalaur dan sempit Mas Arman..Tapi di jalan sempit ini malah lebih jarang terjadi kecelakaan. Mungkin karena semua orang berhati-hati kali yah..
lanjut ke Liwa Ni..?
pantainya bagus kan..sekarang mulai jadi incaran peselancar
di tengah hutan ini bis kami pernah berhenti karena papasan sama harimau…
deg2an deh.. untung aja segera pergi..
Iya Mbak Monda. Liwa itu jauh lebih cantik dari Bandung ternyata. Sayang yah sangat jauh dari Jakarta sehingga tak banyak orang yg bisa tetirah ke sana. Atau ini menguntungkan jadi terlindungi dari komersialisasi gede2an seperti Bandung..
Waktu melintas disini itu pula yg kami kuatirkan, bertemu Inyiak. Untunglah tak terjadi 🙂
wah jadi ingin pergi kesana
thzx infonya
salam hangat dari blue
Salam hangat kembali Blue 🙂 Semoga datang kesana ya 🙂
Wow… saya mau baca yg bagian pertamanya dulu ya Uni 😀
Hehehe..Terima kasih Mbak Orin 🙂
aku malah baru tahu ttg pohon bayur yg dibelakang daunnya dilapisi semacam serat berwarna putih, keren ya mbak, ntar mau nggogle ah 🙂
aku bayangkan menelusuri jalan yg berkelo kelok di mana di kanan kiri ada banyak aneka pohon seperti foto foto cantik di atas, pasti nggak bisa tenang di dalam mobil ya mbak, pengennya motret terus 😀
Hahaha..Mbak Ely dengan tepat menebak kelakuanku. Sampai gak berani komentar gara-gara diomelin karena keseringan nyuruh sopir berhenti. Karena pemandangan sepanjang jalan begitu banyak yg menarik, yang bisa mereka tawarkan hanyalah aku pindah ke banku depan. Dari sana aku bisa motret apa saja yang ada di depan. Tapi ada gak enaknya juga, pemandangan dari samping luput di perhatikan gara-gara terlalu fokus ke depan 🙂
Jalanan di Sumatera memang keknya kebanyakan berkelok-kelok macam itu, ya mbak..masih untung kalo di salah satu sisinya bukan jurang 😀
Btw, saya baru tau lho kalo hutan ini ditetapkan sebagai warisan dunia oleh unesco..keren yaa 😀
Mungkin begitu tipikal jalan sumatera yg menyusuri punggung gunung-gunung kali Jeng Lissa. di Sumatera saja Unesco menetapkan 3 taman nasional, selain TN Nasional Bukit Barisan, ada lagi TN Gunung Leuser di Aceh dan Kerinci Seblat di Jambi 🙂
Saya menikmati foto-fotonya, Uni. Jarang saya lihat pepohonan dan jalan seperti itu. [Derita manusia tengah kota]
Serius nih Falz? Kalo gitu mumpung masih muda ayo jalan-jalan 🙂
saya pasti bakalan jalan-jalan nanti, Uni, tapi jalan-jalannya bakalan ke daerah terpencil entah ke mana dalam jangka waktu minimal satu tahun di sana. Tuntutan kurikulum. 🙂
[nanti gantinya jadi derita manusia daerah terpencil]
Hahaha..Judulnya anak kota turun ke desa..Semoga nanti betah disana Falz, gak akan ada tuh lagu derita manusia daerah terpencil…
Hmm nampaknya ini perjalanan dinas ‘duta UNESCO’ tuk jurnaltransformasiku,
hutan hujan tropis megabiodiversitas,
selamat menjelajah dan kumerindu postingan cantiknya selalu, salam Uni Evi …..
Duh kalau saja UNESCO mau mengangkat aku jadi duta wisatanya yah Mb Prih..Gak pakai mikir dua kali deh, langsung daftar hahahaah..
Hutan hujan di TBBS itu emang kaya dan areanya aku kira sangat luas. Aku juga melihat masih banyak tanah yang nganggur tak di garap. Sebenarnya Indonesia tuh masih lapang sekali, tapi kok ya orang2nya suka desak2an di ibu kota ya Mbak Prih 🙂
beda ya kalau dibandingkan perjalanan melewati sisi timur lampung, kemaren waktu ke palembang saya cuma sempat melihat sisi timurnya saja ni, itupun cuma lewat. 😀 ternyata sisi barat lampung memiliki tempat2 indah seperti itu. keren ni….:D ngomong2 apa kabar uni evi? hehe
Tomy kemana saja, hening saja blognya gak di update. Tugas luar daerah mulu ya. Alhamdulillah kabarku baik, terima kasih, semoga Tomy juga ya. Belum pernah jalan ke arah Palembang yang melewati jalan timur itu. Jadi gak bisa komentar 🙂 Tapi yang lewat Barat emang lumayan buat di pandang
susah sekali fokus buat coret2 ni, belakangan ini emang diluar daerah. ni baru balik, mau update2 lagi. hehe.
O begitu. Pantas blognya hening saja.Tak tunggu ceritanya Tom:)
jadi penasaran dengan nama2 pohon yg disebut disini, mbak… pohon bayur, kapol…yg seperti apa ya?
Bayur itu yang daun2nya putih di belakang. Emang gak begitu jelas dalam foto ini. Sementara kapol atau kapulaga tidak kelihatan dalam foto 🙂