Kebahagiaan Seorang Hedonis- Secara umum tujuan utama hidup manusia cuma satu: Merasakan kebahagiaan. Sebuah konsep batin untuk merasakan keterpenuhan, cinta, kesenangan, kepuasan, penerimaan, damai, kegembiraan, kenikmatan dan pikiran-pikiran positif yang intens.
Karena datang dari manusia untuk manusia, kebahagiaan sudah setua sejarah umat manusia. Ia sudah diperlakukan secara baik atau buruk. Mendapat cap positif maupun negatif. Sudah hidup di era kekacauan maunpun keteraturan. Sudah dikulik, dipelajari, dijungkir-balikan, ditaruh di bawah mikroskop dan dibedah jantungnya dari generasi ke generasi. Untuk apa? Agar lebih mudah dipahami.
Baca juga: Pertengkaran Suami-Istri: Robek-Robek Bulu Ayam
Otak kita yang berjonjot berisi jutaan sel dan saling tersambung ini tak pernah melewatkan sesuatu tanpa mendefinisikan. Mendefinisikan memindahkan kalimat ke dalam gambar. Gambar membuat kita yang selalu ingin mengendalikan merasa aman, merasa terjangkau, merasa lebih paham dan tahu. Tak heran lah bila kebahagiaan pun kita bawa ke dalam berbagai pendekatan seperti filsafat, agama, psikologi, dan biologi.
Segala upaya dikerahkan untuk mencapai kebahagiaan. Kabar baiknya adalah banyak jalan menuju ke sana. Terkadang jalan adalah kebahagiaan itu sendiri. Kadang kita memberlakukan diri seperti keledai yang berjalan karena iming-iming wortel. Mengikuti kemana saja sang wortel yang sudah di depan hidung itu sambil berpikir bahwa kebahagiaan yang diinginkan ada di ujung perjalanan.
Begitu banyak jalan menuju kebahagiaan. Kamu bisa membenamkan diri di Masjid, Gereja, Wihara atau tempat ibadah lainnya untuk menemukannya. Sasaran bisa jangka pendek, duaniawi, atau jangka panjang, akhirat. Menemukan kebahagian dalam agama dan kepercayaan sudah dilakukan orang sejak ribuan tahun. Jika kamu melakukannya sekarang takan ada yang merasa heran. Jadi tak usah merasa hebat jika sedang atau pernah melakukannya. Kamu juga dapat beramal. Berharap bahwa kerelaanmu kehilangan atas sesuatu akan diganti pahala. Pahala akan membawamu ke surga. Dan Surga adalah bentuk tertinggi dari kebahagiaan penganut agama.
Kebahagiaan Seorang Hedonis
Sebetulnya aku akan menulis satu kebahagiaan lagi, kebahagiaan yang akrab dalam kehidupan sehari-hari, kebahagiaan seorang hedonis. Maaf kan lah bila sudah berpanjang-panjang dalam pembukaan di atas.
Ijinkan lah aku menerangkan tentang hedonisme terlebih dahulu.
Hedonisme adalah soal pandangan hidup yang menganggap bahwa orang hanya akan bahagia atau mencari kebahagiaan itu sebanyak mungkin dengan menghindari berbagai perasaan menyakitkan. Kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dari seluruh tindakan manusia. Pergi jalan-jalan, traveling alias melakoni hobi bisa dikategorikan hedonis bila kamu hanya berhenti pada diri sendiri. Tak peduli apakah di destinasi tersebut kotor oleh sampahmu. Tak hirau apakah orang yang kau temui selama perjalanan berdampak buruk terhadap kehadiranmu.
Baca juga: Mempercantik Hal-hal Kecil
Begitu pun bila beranggapan bahwa kebahagiaan sejati hanya terletak pada jumlah saldo di bank, berapa banyak properti yang dikuasai, atau sudah berapa negara yang sudah dijelajahi, kemungkinan kamu seorang hedonis. Karena bahagia dapat dinikmati tanpa uang sepeser pun.
Hedonisme Sensorik
Terus Apa pula Hedonisme Sensorik? Tingkat kebahagiaan seseorang sama dengan jumlah total kenikmatan sensoris yang dia rasakan dikurangi jumlah total rasa sakit sensoris yang juga dia rasakan sebagai pertukarannya.
Saya menemukan konsep hedonisme sensorik ini dalam salah satu novelnya Jane Austeen. Tertarik. Saya ikuti dengan browsing internet. Banyak yang membahas kebahagiaan dari sisi hedonisme sensorik ini. Semuanya menarik.
Singkatnya, kebahagiaan hedonis sensorik itu berawal dari panca indra dan anggota tubuh. Lihat keindahan dalam bunga, lukisan, detail dalam ukiran, benda-benda tak biasa dalam foto macro. Kamu takjub dan meresa suka, bersedia membayar untuk semua kesenangan itu. welcome in sensory hedonism. Fokuskan selera menikmati seni halus seperti membaca karya sastera dan membaui aroma makanan. Rasakan tekstur mengagumkan dari permukaan batu dan kulit sendiri. Benamkan diri dalam suara alam seperti gemericik air dan musik-musik kesukaan. Kebahagiaan dari hedonisme sensoris sudah jadi milikmu.
Kebahagiaan Hedonis itu Banyak Juga Ragamnya
Kebahagiaan hedonis sangat bisa dinikmati oleh siapa saja. Bahkan mungkin tak perlu dipelajari. Bagi yang sudah mapan dengan kebahagiaan-kabahagian dari kubu lain, berikut beberapa hal kebahagiaan hedonis saya. Barang kali dapat menginspirasi :
- Ikut anak-anak naik roller coaster, berbungee-jumping, paralayang, atau rafting di sungai berarus deras.
- Hunting kuliner dan menikmati eksotisme makanan dari belahan dunia.
- Memanjakan diri dengan shopping, spa dan salon.
- Traveling kemana pun sesanggup dompet membawa.
Memahami Kebahagiaan Seorang Hedonis
Hedonisme kurang bagus reputasinya. Jadi tak heran bila para Kyai dan kaum santri tidak akan pernah menyarankan kamu mencari kebahagiaan di sana. Mereka punya alasan! Pemanjaan berlebihan terhadap fisik jarang berbuntut kebahagiaan diakhir. Itu karena hedon sifatnya seperti makan ayam goreng. Sepotong terasa sangat nikmat. Yang kedua berkurang kenikmatannya. Dan pada akhirnya kamu akan membenci ayam goreng jika setiap hari disuguhi menu ini.
Dalam kebahagiaan hedonis, tambah banyak dikejar sensasinya kian memudar.
Prinsip kerja kesenangan hedonis ini memang persis seperti air garam yang tambah banyak diminum akan tambah haus. Tambah banyak mengkonsumsi atau mengintensifkan pengejaran terhadap kesenangan tidak akan memperpanjang kesenangan itu sendiri. Mungkin ada periode ‘tinggi’ tapi itu tidak pernah berlangsung lama. Agar tetap bekerja kita akan mencari stimulasi yang lebih besar.
Sayangnya segala stimulus hanya memiliki efek sementara.
Nah hedonisme sensorik ini hanya bekerja secara efektif jika dilakukan secara moderat alias tak berlebihan. Intensitas kenikmatannya harus disebar dari waktu ke waktu. Tidak bijak jika kamu kalap, mengejarnya sepanjang waktu. Selalu ingat bahwa yang terbaik dari sebatang coklat hanya digigitan pertama. Gigitan berikut hanya penumpukan kalori yang akan merusak kesehatan maupun bentuk badan kamu.
Selamat berhedonis
22 comments
Hedon ataupun nggak tetep aja kita semua berhak untuk bahagia. Tergantung kitanya aja mencari kebahagiaan dimana
Hai Uni Evi 🙂 Aku bacanya pelan2, mencerna isi tulisannya hihii.. awalnya aku tau hedonisme ini poinnya ya berfoya2 aja. Secara contoh kaayk beli barang2 bermerk2 sesering mungkin dan memperlihatkan ke banyak orang bahwa dia mampu dan keren. Tapi makin ke sini kayaknya traveling udah ga hedon deh. Kan banyak cara bersenang2 tanpa bikin kantong bolong. Asal tau cara dan takarannya, kurasa ga masalah ya bersenang2 toh ga bikin orang lain susah. Btw, aku baru aja dibeliin tas kulit sama suami hihihihi kan jarang2 ga apa2 toh? wkwkwkwk.
Hedonisme sebetulnya punya filsafat sendiri, yang memerlukan kedalaman berpikir. Luas juga bidang kajiannya. Nah yang terkenal dan dapat reputasi buruk emang yang bagian foya-foya atau keterikatan pada kebendaan. Saya setuju bahwa traveling tak termasuk hedon.
Bagaimana dengan Hedon yang suka menonjolkan kelebihan fisik tubuhnya Bu..
Hedon juga berangkat dari nilai-nilai. Hedon yang memperlihatkan anggota tubuh, itu amat terkait antara orang yang menyandang dan yang memandang. Tapi pada akhirnya yang terlalu berlebihan selalu berakhir dengan tidak baik. jika masyarakat dimana ia hidup tidak mengapresiasi buka-bukaan tubuh sementara ia memaksa, ya harus diterima resiko penolakan 🙂
Asal ada kemampuannya menurutku gpp mbak hedon2 dikit, demi bahagia, yang bahaya kalau gak ada kemampuan, hedonnya malah berbalik menyiksa dirinya, misal ngutang demi keliatan wah di mata org , kyk gtu2 😀
Setuju Mbak April. Hedon pun harus dilakukan sesuai kemampuan ekonomi ya. Jika memaksa diri tak hanya stress tapi kehidupan emosional dan sosial juga pasti tertganggu
Duhh. Selalu kagum dengan tulosan TanEv.
Iya. Salah satu hedonisme yg kerap saya lakukan adalah traveling. Tapi kalau traveling setiap hari ya tidak enak juga memang. Antara bekerja dan traveling memang harus pas porsinya.
Terima kasih TanEv sudah bahas topik ini
Kalau travelingnya adalah pekerjaan, tiap hari, dan bahkan gak pulang-pulang yah baik-baik saja ya Dar. Beda kalau sumber penopang ekonomi beda dengan aktivitas traveling, alias traveling untuk piknik, jika dilakukan terlalu banyak tentu berakibat tak baik juga bagi kita. Entah dari sisi finansial maupun waktu
Segala yang berlebihan memang ndak baik ya bun 🙂
Bacaan yang menggelitik pemahaman dasar sebagai manusia, terimakasih telah berbagi.
Cheers,
Dee – heydeerahma.com
Bagi kita orang timur percaya bahwa harmonisasi semesta ini baru bisa terjadi jika sampai ke titik keseimbangan. Seperti hukum timbangan, titik memulai perhitungan diletakan pada nol. Kurang atau lebih dari nola, sudah disebut minus atau plus. Begitu pun harmonisasi dalam kehidupan, harus seimbang antara dunia dan akhirat 🙂
Bu, soal hedonis boleh tos dulu. tos! 😀
traveling buat beberapa orng emng kategori hedon, tapi di saat-saat seperti ini, traveling yang hedon punya bagiannya sendiri.
menurutku buat pergi ke taman, atau tempat2 gratis lainnya itu engga terlalu hedon.
ya walaupun harus keluar uang extra untuk transport dan makan.
tapi namanya manusia perlu juga kan traveling.
yang penting caranya aja, supaya tingkat kebahagiaanpun seimbang 🙂
lagi-lagi, terima kasih buat sharingnya ya Bu Evi 🙂
Hai Liana..Menurut sebagian orang traveling itu memang hedon. Bersuka-suka menikmati duniawi hedon. Tapi bila kita menyelam lebih ke bawah, sebagain acara traveling memang hedon, tapi banyak juga yang tidak. Tergantung sudut pandang dan kacamata yang digunakan saat melabelinya 🙂
Dalam sekali tulisannya. Buat saya pribadi bahagia di dunia itu perlu, mesti imbang sama bekal di akhirat. Walau Saya ga alim2 amat. Hehe. Cuman kenikmatan hidup adalah salah satu Hal yg harus dipenuhi biar bisa lebih merasakan hidup
Saya tidak bisa membayangkan kita harus sengsara di dunia untuk mencapai akhirat, Kang. Alangkah indahnya untuk menuju jalan akhirat yang bahagia, kita tempuh melalui jalan kebahagiaan di dunia. Apakah bisa? Menurutku sih bisa. Tergantung nasib dan usaha juga pada akhirnya 🙂
Tulisan Kece Bana Bana dari Mba Kameha-Meha kesayangan aku yang tak lekang zaman!. Aku juga hedonis kok (baik kata orang maupun kata ku sendiri) wkwkwkkw….. yes sih mba aku setuju. Selagi dalam porsi baik semuanya pasti baik. Meski kadang zaman sekarang yang kita lakukan baik belum tentu di terima baik oleh pihak lain ( tapi dasarnya aku sih gak peduli tanggapan negatif orang kali yaaa) hahahahah. Btw thanks udah Share hal seperti ini mbaaa. Love Love.
Terima kasih juga atas apresiasinya Bang Indra.
Benar lah tidak perlu menggantungkan bahagia kepada orang lain karena yang paling tahu apa yang kita sebut bahagia adalah diri kita sendiri. Biar saja orang lain tak terima. Sepanjang kita tak merugikan orang lain, dan nyatanya baik bagi kita, yah the show must go on…:)
Senang bacanya. Jadi bahan introspeksi diri.
Sekarang daripada mencari kebahagiaan di ujung jalan, aku mau membuat kebahagiaan sendiri dengan cara2 yang baik dan benar 🙂
Kebahagiaan tak pernah diletakan diujung jalan ya Mas Yo. Kebahagiaan selalu ditempelkan Allah di dalam hati kita. Agar dekat dan mudah ditemukan. Selamat menemukan kebahagiaan Mas Yo
Kalo menurutku tujuan manusia itu bukan mencari kebahagiaan, tapi melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Manusia ada dengan tugas tertentu, ada yang bertugas untuk memberi inspirasi bagi manusia lainnya, ada yang bertugas untuk menolong makhluk lain, dan banyak tugas lain yang berbeda-beda. Nah dalam proses menjalankan tugas untuk tujuan hidupnya itulah manusia mendapat kebahagiaan.
Menurutku ada manusia yang memiliki tujuan hidup untuk menikmati dan mensyukuri kehidupannya dengan lebih peka terhadap alam dan kehidupan melalui proses travelling dan turunannya itu. Energi positif yang dihasilkan dari proses travelling itu dapat menyebarkan energi positif ke lebih banyak manusia yang lain.
IMHO ya mbak. 😉
Iyo Mbak. Tujuan hidup manusia adalah soal titik pandang..Dan titik pandang tentu saja boleh berbeda..
Suka dengan argumen Mbak Dinilint, bahwa tujuan hidup manusia adalah saling tolong menolong. Mengingatkan saya pada buku Richard Dawkins The Selfish Gen. Tentang egoisme dan altruisme..Yah manusia memang akan selalu bergulat di sana 🙂
Terima kasih P Adil. Menulis juga bagian dari stress management untuk saya. Iyah, hedonisme kelanjur dapat konotasi negatif, gara-gara penikmatnya kadang melakukan lompat pagar kala mengesplorasinya…Terima kasih sudah mampir Pak 🙂