Ramadhan ini saya berniat melakukan hal berbeda. Membuat sebuah catatan yang saya beri nama Jurnal Syukur Menghitung Berkat. “Sebuah proyek..” Ujar saya kepada Pak Suami ketika ia bertanya untuk apa saya sibuk membongkar cadangan buku tulis anak-anak di kamar. Iya jurnal itu semacam buku diary jaman dahulu. Menggunakan media buku tulis dan tulisan tangan. “Mega proyek” ini sebetulnya sudah lama direncanakan tapi tertunda terus. Mumpung sekarang sedang hari baik dan bulan suci, mengapa tidak segera memulai. Apa lagi di bulan puasa saya cenderung peka terhadap nikmat yang telah Allah berikan. Ketimbang lumer saja dilindas zaman kan lebih baik diabadikan. Begitupun sewaktu-waktu buku ini bisa dibuka, untuk kembali menyadarkan betapa banyak yang telah saya terima dari Sang Pencipta.
-
Baca juga Teman Akrab Bernama Khayalan
Memulai Jurnal Syukur Menghitung Berkat
Jurnal Syukur Menghitung Berkat sebetulnya lahir dari keinginan memiliki kehidupan yang baik. Bila mengikuti ujaran filsafat, kehidupan yang baik adalah jenis kehidupan yang diimpikan akan selalu terjadi dalam hidup kita. Aspek kehidupan yang baik itu mungkin saja syaratnya sederhana. Seperti cukup makanan di atas meja, punya lingkaran perkawanan yang menyayangi, punya keluarga, dan punya tempat berlindung. Dengan kata lain terpenuhi semua kebutuhan dasar artinya kita sudah punya kehidupan yang baik.
Namun ketika kita hidup dalam masyarakat yang begitu dinamis, banyak aturan berubah. Apa yang dulu penting sekarang mungkin tidak lagi. Apa yang dulu baik sekarang tidak mencukupi. Apa lagi bila hanya terpaku terhadap kehidupan materialistik, banyak hal jadi tak tertahankan. Dulu punya motor saja cukup, toh sudah bisa mengahantar kita kemana-mana. Seiring waktu kita melihat kepada orang lain, kemana-mana pakai mobil. Tidak usah takut kehujanan atau kepanasan. Terbit lah keinginan untuk punya mobil juga. Tidak akan masalah ganti motor jadi mobil bila kita sanggup membelinya. Tapi ambisi terkadang menjulang lebih tinggi ketimbang kemampuan ekonomi. Lalu timbul rasa tidak enak dalam hati, mengapa orang lain bisa kita enggak. Bila tak dikendalikan rasa iri ini merusak kehidupan baik kita.
- Baca juga: Small Things but Beautiful
Lihat Lah Berkatmu Melimpah Setiap Hari
Mulai hari ini saya akan melatih mata batin untuk mengenal hal yang patut disyukuri dalam hidup. Saya pikir saya tidak akan sanggup menghitungnya. Bangun pagi mendapati suami ada di sebelah dan anak-anak sehat, mungkin adalah sebuah karunia tak ternilai. Hidup di bawah atap yang cukup layak. Tadi pagi disapa tukang sayur dengan manis. Lis bisa panjang kalau saya teruskan. Nah hal-hal baik seperti ini saya anggap wajar saja, take for granted, karena demikian lah seharusnya hidup. Saya bersyukur tapi kalau tiba-tiba diminta lima hal yang bisa membuat saya bersyukur hari ini mungkin akan gelagapan. Saya tidak ingin berkat-berkat yang berlimpah diberi Allah cuma muter-muter dalam kelapa. Pernah memang mencoba menuliskan dalam blog Kategory ” My Thoughts dalam blog Travel Blog Indonesia” , itupun sudah lama tak diisi.
Jadi awal Ramdan ini saya akan mencatat semua berkat dalam sebuah notebook. Setiap awal dan akhir hari saya akan merenung sejenak, memikirkan apa yang telah terjadi kemarin dan hari ini. Lalu membuat list.
Jika teman-teman ingin mengikuti, langkah pertama adalah coba ingat hari ini apa saja yang patut disyukuri. Kalau hari ini saya amat berterima kasih, dipertengahan hari panas dalam puasa begini, saya berada dalam ruang ber-AC, masih segar dan tak punya halangan update blog. Kalau pun capek dan bosan, beberapa buku sudah antri untuk dibaca. Saya juga bersyukur bahwa hari ini tidak membersihkan rumah, tidak perlu masak karena ada undangan buka puasa. Untuk anak-anak saya sudah menyiapkan segalanya. Tinggal dieksekusi oleh Bibi di dapur.
Mempertahankan Sikap Positif
Saya manusia biasa, hidup dilingkungan masyarakat aktif, punya emosi dan empati, pasti ada saja peristiwa yang membuat rasa syukur saya dengan mudah lenyap. Begitu pun kondisi tubuh, baik saya, suami dan anak-anak tak terhindar dari penyakit. Berbagai hal di seputar keluarga besar, kalau saya ambil hati akan selalu membuat cemas. Tapi semua itu harus saya terima dengan memahami bahwa itu lah hidup. Ibarat air di sungai, hidup tidak akan berlangsung mulus, pasti ada kelokan. Mana pernah Allah menjanjikan bahwa langit tak selalu biru? langit perlu mendung sesekali untuk menurunkan hujan. Hujan dibutuhkan bumi agar tetap hijau.
-
Baca juga: Pagi Berhalimun
Saya berusaha melatih pikiran melihat sisi positif dari semua kejadian. Tetap memperhatikan sisi negatif tapi saya tidak akan tinggal di sana. Misalnya tiba-tiba tadi dapat senyum sinis dari tetangga, saya takan buru-buru marah, keki lalu balas melemparkan senyum permusuhan. Saya akan berusaha menelaah mengapa ia yang jarang ketemu itu kok bisa-bisanya tertawa tak sedap dilihat. Apakah itu perasaan saya saja karena mood sedang tak enak menjelang masa haid? Atau pernah kah saya berbuat salah kepadanya?
Efek Dari Mempunyai Jurnal Syukur Menghitung Berkat
Saya pikir Juranl Syukur Menghitung Berkat ini akan lebih mendewasakan. Tidak langsung tapi efeknya akan terlihat dalam waktu lama. Mestinya setelah membaca ulang semua daftar saya kian menghargai apa yang dimiliki. Mengantisipasi keinginan yang belum termiliki penuh keyakinan bahwa semua soal waktu. Selain itu lama-lama daftarnya pasti semakin juicy. Seperti saat ini membangkit berbagai ide lalu update di blog.
Percaya tidak saat sampai di paragraf ini saya mulai mentertawakan diri sendiri. Kok ya kelihatannya Jurnal Syukur Menghitung Berkat naif sekali? Kekananakan. Tapi kalau disuruh saya tidak akan berhenti. Mudah-mudahan di hari-hari mendatang saya tidak akan kekurangan ide menemukan apa saja yang patut disyukuri.
Ohya dengan berdoa dan mendekatkan diri kepasa Allah sang pencipta tentu saja kita telah mengucap syukur semurni-murninya. Dan saya jug tidak mengatakan ganti doa-doa atau ibadah kepada Tuhan dengan jurnal syukur. Bukan itu bok! Tapi yang ingin saya tekankan adalah berterima kasih kepada Allah dalam doa atau selesai shalat hanya satu bagian dari isu yang akan masuk ke jurnal syukur. Otak saya yang kecil ini terbiasa mengabaikan hal-hal umum dan tampak biasa. Dengan menuliskan pada sehelai kertas, otak akan mengidentifikasi semua nikmat, berkah, rahmat yang telah diturunkan-Nya secara lebih baik. Tak masalah bagaimana sederhanya. Berkah yang teridentifikasi itu membentuk bayangan mental yang kuat dalam pikiran. Jadi ketika kita mengucap syukur, ada alasan yang sangat kuat untuk berterima kasih. Sebab apa yang diucapkan tersebut bukan sekedar omong-omong kepada Allah yang tak didukung oleh fakta.
Pendapatmu teman?
1 comment