Sepi, itu yang dirasakan Roni siang itu. Mungkin hanya beberapa anak saja yang berseliweran di lorong kelas saat jam ketiga
“Kesempatan. Mumpung sepi.”
Roni tersenyum sambil bersyukur dalam hati karena sepertinya suasana sedang berpihak padanya. Diambilnya sebuah kursi, lalu membuka sebuah jendela kelas 8-H yang sudah rusak. Bau lembab dari udara yang terperangkap cukup lama membuat Roni mual. Tapi dia harus melompati kisi-kisi jendela itu, kalau tidak dia tidak akan tidur malam nanti.
Seluruh perabotan dalam kelas usang itu masih lengkap. Meja-meja kayu berbaris dengan bangku yang kokoh. Hanya ketebalan debu dan sarang laba-laba yang mengatakan bahwa kelas ini sudah lama tak dipakai.
Roni melangkah menuju depan kelas. Detak langkah sepatunya mengagetkan keluarga tikus yang lantas saja lari tercerai berai dengan suara mencicit yang riuh. Pemuda itu tak kalah terkejutnya.
Setelah deburan jantung mereda lelaki muda dengan kaca segi empat dan rambut berombak itu menuju pada sebuah lemari dan membukanya. Namun tak menemukan yang dicarinya. Lemari itu kosong. Kalaupun ada isi hanyalah remah-remah kayu bekas rayap yang membubuk dan berdebu.
Diambilnya sebuah kursi lapuk dan menaikinya. Mencari-cari petunjuk mungkin ada tanda-tanda diatas lemari. Namun kembali dia kecewa. ” Di pojok paling kiri dan sebelah atas. Aku menyimpan buku itu disana” Gadis berambut hitam tebal dan berponi itu menatap Roni dengan memelas.
Mungkin kah bukan kelas ini yang dia maksud? ” Pikir Roni menimang-nimang.
Tapi dia telah menyelidiki sekolah ini selama sebulan, sejak gadis berponi itu tiba-tiba bertamu ke dalam mimpinya. Jadi Roni yang berprofesi sebagai wartawan investigasi itu yakin sekali tidak salah alamat. Lokal lama yang belum sempat dirubuhkan cuma dua. Yang satunya telah disigi tiap incinya. Harapan terakhir Roni untuk menemukan buku yang dimaksud gadis berponi tinggal dalam kelas ini.
Dipojok paling kiri sebelah atas. Aku menyimpannya disana” Kata-kata gadis berponi kembali terngiang ditelinga Roni.
” Krek! Krek! Kreak! Bumb!” Suara keras dari jendela kecil yang terletak di sebelah kiri lemari membuat jantung Roni serasa melompat dari rongga dada. Suaranya seperti orang membanting pintu. Namun saat berbunyi sekali lagi Roni tahu, daun pintu tua itu ternyata baru saja dihempaskan angin. Engselnya yang berkarat membuat bunyinya terdengar dramatis.
Tiba-tiba Roni tersenyum. Dia sadar sekarang bahwa benda berposisi paling kiri dari ruang kelas itu bukan lemari namun jendela itu.
Dan senyumnya kian mekar sebab dari posisinya berdiri Roni melihat sebentuk benda mirip buku mengintip dari selimut sarang laba-laba dan debu.
Ternyata sebuah buku diary, bersampul batik yang sudah tak jelas motif dan warna aslinya. Begitu membuka halaman pertama Roni sudah merasa ingin pingsan. Disana tampak foto dirinya yang masih mengenakan seragam sedang bersandar pada tiang bendera. Tapi mengapa seragam, tiang bendera dan bahkan gedung yang terlihat di belakangnya begitu kuno?
Belum pulih dari rasa terkejut kembali terdengar suara berderik. Rupanya seseorang sedang berusaha mendobrak pintu.
“Ah akhirnya kamu datang Effendi..” Walau pintu belum terbuka tahu-tahu Gadis berponi sudah berdiri disana. Dia tersenyum dan menatap Roni malu-malu..
24 comments
rangkaian kalimatnya indah mbak 🙂
Hehe..terimakasih Miss
deg2an gini bacanya … hehe
Aiiihhh beneran ya Mbak Dey…Makasih kalau gitu :0
horeeeyyy…tante ngefiksi lagi *jejingkrakan*.
Ikutan challenge berikutnya jg ya Tan 😉
Hehehe..Insya Allah Teh
Buku diary bermotif batik, hmmm….. aku juga ingin ikut membacanya. Hmmm…. bagus banget ceritanya, Mbak Evi. Semoga sukses ya…
Itu buku milik saya Pak Azzet. Dipinjam untuk mengisi adegan hahaha..Makasih ya Pak
ceritanya kereeen mbak Evi,alur nya enak dibaca..
Ah jadi pengen ganti profesi membaca pujian Mbak Enny. Makasih ya Mbak 🙂
Saya sudah menduga, apapun yang jeng tulis pasti akan apik baik plot maupun pilihan temanya
Josss
Siap2 ikut kontesku yak
Salam hangat dari Surabaya
Aih senang banget dapat pujian dari Pakde. Insya Allah semakin semangat menulis. MakasihPakde. Kalau ada ga fiksi lagi, Insya Allah ikut 🙂
seyyyyeeeeemmmm… tapi marem! hehehe
Hehehe..Makasih ya
Wow, Mbak Evi ternyata piawai menulis fiksi! :
Hahaha..Jadi senang dipuji novelis. Belajar Mbak Al, ngiri soalnya pada dirimu yang sudah menerbitkan novel..
hmmmmmmm
saya bacanya lg gelap2an lg 🙁
Tapi belum masuk ke atmosfir serem kan Mas. Cara membangun ceritanya masih lemah nih 🙂
jadi gadis berponi ini hantu ya? lalu effendi itu seseorang yang sudah mati dan mirip dengan roni?
Tafsir bebas Mbak Ayu hahaha…
Waa… aku kok mrinding yo…
Bagus, mbak Evi… lanjooot 🙂
Hehehe..Makasih Mbak Mechta..
Wah….. aku ko baru tahu rumah yang ini ya Mba. Dan hampir saja kesandung dengan gelapnya atmosfer di rumah maya ini. He,,,,x9
Mantap nih Mba Evi mulai melirik rana fiksi, dengan rumah khusus.
Salam wisata
Hehehe..Iseng Pak Indra. Disamping mencoba saja menjelajah kemampuan. Siapa tahu nanti bisa jadi penulis fiksi benaran. Makasih sudah mampir Pak Indra..:)